31.3 C
Kupang
Sabtu, Oktober 18, 2025
Space IklanPasang Iklan

(Opini) Fee Rujukan Pasien; Antara Marketing dan Kode Etik Profesi Kesehatan 

(Oleh : Darius Beda Daton)

Saya sengaja menulis tema ini sebagai edukasi dan informasi yang wajib diketahui masyarakat luas, utamanya mereka yang menggeluti profesi kesehatan. Perihal fee rujukan pasien; suatu hal yang menggelitik nurani saya dan mungkin nurani anda semua namun tidak banyak orang mengetahui soal ini.

Dalam beberapa forum diskusi dengan tema pelayanan bidang kesehatan, saya pernah menyampaikan kegelisahan soal fee rujukan. Fee rujukan dimaksud pengertiannya adalah petugas kesehatan mengarahkan pasien untuk dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan tertentu karena dijanjikan atau bekerja sama guna mendapat fee/komisi dalam bentuk uang atau barang dengan besaran tertentu yang dihitung per pasien dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang dituju. Saya merasa aneh saja karena yang biasa kita dengar adalah fee berupa uang atau barang ketika kita belanja sesuatu barang di toko atau jasa lain yang kita lakukan dengan perjanjian menerima fee sekian persen. Kegelisahan yang sama saya sampaikan kembali ketika menghadiri undangan Puskesmas Manutapen Kota Kupang dalam rangka mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait peningkatan kualitas pelayanan serta penyusunan Standar Pelayanan Publik (SPP) di lingkungan Puskesmas pada Hari Rabu (15/10).

Pada kesempatan itu, saya menyampaikan pesan khusus kepada petugas Puskesmas di Kota Kupang dan petugas kesehatan seluruh NTT agar tidak mengarahkan pasien untuk dirujuk ke rumah sakit tertentu karena dijanjikan atau bekerja sama guna mendapat fee/komisi dalam bentuk uang dengan besaran tertentu per pasien dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang dituju. Pasalnya kami masih menerima keluhan dari pasien yang merasa diarahkan petugas Puskesmas untuk dirujuk ke rumah sakit tertentu. Sejumlah pasien menyatakan menolak diarahkan dan minta dirujuk ke rumah sakit lain dengan alasan lebih dekat dari tempat tinggal atau karena alasan dokter yang biasanya melayani hanya ada di rumah sakit tersebut.

Baca juga  Privatisasi Pantai: Kontroversi, Adaptasi, dan Studi Kasus

Dalam berbagai forum saya sampaikan bahwa meskipun fee rujukan tersebut dianggap strategi marketing rumah sakit, hal tersebut menurut hemat kami tidak patut dilakukan profesi kesehatan karena sangat merugikan pasien dan berpotensi mengganggu sistem rujukan berjenjang yang telah dirancang Kementrian Kesehatan.

Dari berbagai kunjungan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan, saya tahu dan paham bahwa saat ini telah tersedia aplikasi yang terintegrasi terkait ketersediaan tempat tidur di semua rumah sakit sebelum merujuk pasien. Aplikasi utama untuk mengecek ketersediaan tempat tidur rumah sakit adalah Siranap (Sistem Informasi Rawat Inap) yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan dan Mobile JKN yang dapat diakses oleh peserta BPJS Kesehatan. Pasien dan petugas kesehatan dapat memeriksa ketersediaan tempat tidur melalui fitur di kedua aplikasi tersebut untuk melihat ketersediaan tempat tidur rumah sakit secara real-time.

Namun ada yang perlu ditelusuri lebih jauh, karena saya menerima informasi bahwa ada saja gangguan aplikasi di beberapa rumah sakit sehingga sulit mengetahui ketersediaan tempat tidur saat hendak merujuk pasien. Dugaan saya, aplikasi tersebut bisa diakali petugas Teknologi Informasi (IT) nakal sehingga dalam aplikasi terlihat tempat tidur yang tersedia hanya ada di rumah sakit tertentu saja. Tujuannya agar pasien hanya dirujuk ke rumah sakit tertentu untuk kepentingan menerima fee/komisi rujukan tadi.

Kami perlu memastikan lagi informasi ini dan memerlukan kerja sama serta kemauan baik semua fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan untuk menghilangkan praktek tersebut. Karena itu kami berpesan agar petugas kesehatan tidak menerima fee/komisi rujukan pasien karena bertentangan dengan kode etik profesi kesehatan yang mengutamakan pelayanan dan keselamatan pasien di atas keuntungan finansial serta tidak mengkomersialkan pasien untuk keuntungan materi.

Baca juga  (OPINI) PENTINGNYA PRASARANA PUSKESMAS PEMBANTU

Tindakan tersebut juga mengesampingkan hak pasien untuk mendapatkan informasi dan pelayanan yang memadai sesuai kebutuhan medisnya.

Tenaga kesehatan profesional memiliki tanggung jawab moral, etika, dan hukum dalam menjaga nama baik profesi, serta memastikan setiap praktik profesi yang dilakukan benar-benar berpihak pada keselamatan dan kepentingan pasien.

Sebagai informasi bahwa perihal sistem rujukan pelayanan kesehatan perseorangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 16 Tahun 2024. Dalam peraturan ini, rujukan pelayanan kesehatan harus mendapatkan persetujuan secara lisan dan/atau tertulis dari pasien dan/atau yang mewakili dan dilakukan berdasarkan kebutuhan medis pasien dan kemampuan pelayanan pada setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

Selain juga mempertimbangkan aksesibilitas berupa jarak dan waktu tempuh paling singkat dari fasilitas pelayanan kesehatan perujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan penerima rujukan dengan mempertimbangkan keselamatan pasien, efektifitas, efisiensi, kondisi geografis, pelayanan yang berkualitas serta tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan biaya.

Saya sungguh berterima kasih kepada para kepala UPTD Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain di Kota Kupang dan seluruh NTT yang sebelumnya pernah mendapatkan tawaran fee rujukan dari rumah sakit tertentu namun menyatakan menolak tawaran tersebut dengan berbagai pertimbangan. Penolakan tersebut adalah wujud ketaatan pada sumpah profesi bahwa keselamatan pasien adalah hal utama dibanding janji fee/komisi rujukan.

Mari terus mengawasi, tegur dan laporkan jika mengalami atau keluarga anda mengalami upaya petugas kesehatan mengarahkan pasien ke rumah sakit tertentu tidak dengan pertimbangan keselamatan pasien, efektifitas, efisiensi dan kondisi geografis. Terima kasih

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Tetap Terhubung

Berita terkini