(Oleh: Pina Ope Nope)
Animata – Oecusse, Pertengahan tahun 1749 (1)
Pria itu duduk di dalam sebuah ruangan yang luas. Wajahnya terlihat letih akibat pertempuran panjang yang melelahkan melawan pasukan raja Amanuban yang baru saja ia usir keluar dari Animata, kota kediamannya sendiri.
Kini ia bersandar pada kursi kayu di dalam rumahnya yang hampir porak poranda dengan perasaan penuh kekecewaan dan amarah.
Ia menatap lurus ke arah pedang kakek leluhurnya yang tergantung di tembok rumah itu. Sebuah pedang bersejarah yang diselimuti oleh cerita tentang persaudaraan dan kesetiakawanan para raja dan ksatria Timor yang gagah perkasa.
Mata coklatnya yang berair serta peluh yang menetes bercampur noda-noda darah dan bau dari bubuk mesiu seolah menemaninya dengan sekelumit perasaan yang sedang berkecamuk di dalam dadanya.
Tubuhnya yang kekar dan kuat bersandar pada kursi sedang kanannya gemetar karena lelah dengan sebuah pistol di genggamannya menekan ke atas meja yang besar dan berat di samping kanannya.
Fitur wajah tampan itu menunjukan ia adalah keturunan Portugis yang membaur dengan darah pribumi Timor, memberikan kesan kuat dalam tatapan matanya yang penuh amarah. Ia adalah Tenente Jenderal Don Gaspar da Costa, seorang pemimpin Topas, pemimpin para Portugis Hitam yang sangat di takuti pemerintahan Kolonial Portugis Putih di kota Lifau dan Kolonial Belanda di kota Kupang, tidak terkecuali seluruh raja dan liurai di pulau Timor.
Keluarga Da Costa dan da Ornay telah membangun komunitas Topas, sebagai kekaisaran ‘informal’, yang kuat secara politik dan militer di seluruh pulau Timor, sebuah kekuatan ‘bayangan’ yang telah menghantui tidur malam para serdadu Belanda dan Portugis. Mereka adalah ancaman yang nyata bagi koloni selama lebih dari seratus tahun lamanya dengan ribuan mimpi buruk akan kematian dan kehancuran.
Jejak nama besar leluhurnya Matheus da Costa bersama Antonio da Ornay dan Gonsalvo da Ornay terpatri kuat sebagai petarung-petarung hebat yang telah mempermalukan pasukan-pasukan Opperhofd Belanda sembilan puluh empat tahun lalu.
Orang Portugis putih menyebut mereka sebagai Partido de Preto, orang-orang Partai Hitam. Belanda menyebut mereka Swarten Portuguezen – orang setengah Portugis dan orang Timor menyebut mereka Topas Kaesmetan – orang Kase berkulit hitam. Namun mereka telah menyebut diri mereka sendiri sebagai Vaqueinos sebagai bagian dari orang Timor walaupun tidak melupakan akar mereka sebagai keturunan Portugis.
Selama seratus tahun terakhir, hampir dua lusin kerajaan di Timor telah menjadi bagian dari konfederasi Topas. Mereka merupakan momok yang menakutkan bagi orang-orang Belanda di Concordia Kupang maupun orang-orang Portugis putih di Lifau. Kisah mereka diisi dengan ribuan pengepungan dan pertempuran, ribuan hujan peluru, ribuan tembakan meriam dan ribuan lemparan lembing dan sabetan pedang. Raja Amanuban adalah sekutu terdekat pemimpin Topas dan kakek leluhur mereka telah terikat janji setia untuk saling membantu di dalam semua peperangan, hingga sebulan yang lalu api peperangan itu justru dibawa oleh Raja Amanuban ke rumah Da Costa sendiri di Animata.
Memikirkan hal ini, hati Tenente General Don Gaspar da Costa terbakar oleh geram dan amarah yang menyala-nyala. Ia menganggap pengkhianatan ini akan dibayar mahal oleh orang-orang Amanuban. Ia telah bertekad, Raja Amfuang Timau, Raja Amakono dan Raja Amanuban yang merupakan biang keladi dari pemberontakan ini harus dihukum. Kini ia menatap lurus ke arah pedang leluhurnya dengan mata yang menyala-nyala dan berjanji kepada arwah senhor – tuan Matheus da Costa, bahwa ketiga raja pengkhianat ini akan membayar mahal dari apa yang disebut pemberontakan itu.
Da Costa telah menarik Pasqual da Costa salah satu Tenente da Provincia dan memerintahkan seluruh Tenente di Provincia Seviao dan Provincia Belos untuk mengkoordinir semua raja-raja dan liurai yang masih setia kepada Topas untuk berkumpul. Mereka harus bersatu untuk melakukan pembalasan.
Di dalam benak Tenente Jenderal telah terbersit sebuah rencana pembalasan dendam yang tidak akan pernah di lupakan oleh ketiga raja Timor itu. Sebuah rencana kematian yang sangat mengerikan yang tidak akan dilupakan oleh mereka dan Meo-Meo busuknya.
Ia bahkan telah berjanji dengan tekad yang sangat kuat bahwa ia akan mengejar mereka bahkan hingga sampai ke dunia orang mati. (Bersambung….)