SoE, TiTo – Sebidang lahan di kawasan pasar Kapan desa Obesi kecamatan Molo Utara kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) kini jadi sorotan publik. Ini setelah sekitar 10 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni kawasan tersebut sejak 23 tahun lalu mengungkap ke publik soal kondisi mereka saat ini yang terancam tergusur karena adanya aktifitas pembenahan lahan tersebut oleh oknum pengusaha tertentu menggunakan alat berat. Aktifitas itu sudah berlangsung beberapa hari ini.
Warga penghuni mempertanyakan aktifitas itu sekaligus meminta ketegasan pemerintah soal status lahan yang diberikan pemkab TTS kepada mereka untuk ditempati pasca exsodus dari Timor Timur sekitar 23 tahun lalu.
Hingga kini belum ada respon atau pernyataan resmi dari pemkab TTS soal persoalan yang diungkap warga eks Timor Timur, penghuni kawasan itu.
Kabar beredar lahan itu diam-diam sudah beralih status kepemilikan ke oknum investor tertentu yang ingin melakukan ekspansi usaha di wilayah itu. Status lahan kawasan tersebut kini menjadi misteri.
Yerim Yos Fallo, anggota DPRD TTS dari fraksi PDI Perjuangan mengatakan pemkab TTS harus merespon persoalan yang diungkap warga itu dengan melakukan penelusuran guna mengungkap misteri alih status kepemilikan lahan. Itu menjadi langkah awal untuk mencari solusi atas keluhan yang diungkap warga penghuni lahan itu.
Melalui unggahan di media sosial serta pesan WhatsApp yang dibagikan, wakil ketua komisi I DPRD TTS ini menyampaikan sejumlah pertanyaan penting terkait asal-usul dan legalitas sertifikat yang kini diklaim oleh pengusaha tersebut.
“Pemerintah harus hadir dan tanyakan kepada pengusahanya: dari mana tanah yang diberikan pemerintah kepada basaudara dari Timor Timur bisa berubah menjadi sertifikat atas nama pengusaha,” tegas Yerim Fallo dalam unggahannya, Rabu (10/12/2025), dikutip dari matatimor.com.
Yerim Fallo menilai persoalan ini tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut nasib puluhan kepala keluarga yang sejak lama membangun kehidupan di atas tanah tersebut dengan keyakinan bahwa mereka ditempatkan secara sah oleh pemerintah.
Lebih jauh, Yerim menyoroti kejanggalan lain terkait klaim kepemilikan tanah tersebut. Ia mempertanyakan mengapa keberatan dari pihak yang mengaku sebagai pemilik baru muncul setelah lebih dari dua dekade warga menetap di lokasi itu.
“Jika itu tanah milik orang lain, kenapa pemerintah menempatkan basaudara di tanah itu? Pertanyaan berikut: di saat pemerintah menempatkan basaudara dari Timor Timur di situ 23 tahun lalu, di mana pemilik tanah yang sekarang? Kenapa tidak ajukan keberatan?” tanya politisi PDI Perjuangan itu.
Menurutnya, diamnya pihak yang mengklaim sebagai pemilik selama 23 tahun menjadi tanda tanya besar terkait keabsahan klaim dan proses penerbitan sertifikat tersebut.
Dirinya juga menegaskan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus bertindak cepat memastikan tidak ada pelanggaran prosedur dalam proses administrasi pertanahan tersebut. Ia meminta dilakukan penelusuran menyeluruh terhadap riwayat tanah, mulai dari status awal, proses penempatan warga eks pengungsi, hingga terbitnya sertifikat baru.
Ia menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi warganya, terutama mereka yang telah lama bermukim dan membangun kehidupan dari nol.
” Hak-hak warga harus dilindungi. Mereka sudah puluhan tahun tinggal, membangun rumah, hidup, dan beranak cucu di sana. Pemerintah tidak boleh membiarkan mereka terancam kehilangan tempat tinggal hanya karena ada sertifikat yang tiba-tiba muncul,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah tidak hanya hadir tetapi juga membuka seluruh data dan proses yang berkaitan dengan lahan tersebut. Ia meminta semua pihak, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN), pemerintah daerah, dan pihak pengusaha, duduk bersama secara terbuka demi kejelasan dan kepastian hukum bagi warga.
Kasus ini, menurut Yerim, harus diselesaikan dengan landasan keadilan, kemanusiaan, dan kepastian hukum, bukan hanya berdasarkan dokumen yang muncul belakangan tanpa penelusuran mendalam.(Sumber: matatimor.com)