28.3 C
Kupang
Kamis, Agustus 7, 2025
Space IklanPasang Iklan

Jejak Tom Lembong, Satu – satunya Tersangka Korupsi di Kasus Impor Gula Yang Dapat Abolisi Presiden

Jakarta, TiTo – Nama Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong beberapa hari terakhir ramai terpublikasi media massa setelah mendapatkan Abolisi (penghentian/penghapusan proses hukum) dari Presiden Prabowo Subianto.

Tom Lembong adalah satu dari 11 orang tersangka dalam kasus korupsi Impor Gula yang disidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dikutip dari tempo.co, selain Tom Lembong, tersangka lainnya adalah Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles Sitorus dan sembilan petinggi perusahaan yang mendapat izin impor gula.

Kejaksaan Agung telah menyita uang Rp 565 miliar uang dari perusahaan-perusahaan tersebut. Uang tunai tersebut sempat dipertontonkan Kejagung dalam konferensi pers Februari lalu.

Tom Lembong, Pria yang menjadi Wakil Kapten Tim Kampanye Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar itu telah mendapat vonis 4,5 tahun penjara dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 18 Juli 2025.

Meskipun menyatakan Tom bersalah, majelis hakim menilai Tom tidak menerima keuntungan apa pun atas kebijakannya menerbitkan izin impor gula kepada sembilan perusahaan. Bahkan, majelis hakim menyatakan Tom tidak memiliki niat jahat alias mens rea dalam penerbitan izin impor itu.

Kuasa hukum Tom telah mendaftarkan memori banding atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta itu pada 25 Juli 2025.

Presiden Prabowo Subianto kemudian mengajukan pemberian abolisi atau penghapusan proses hukum Tom kepada DPR RI pada 30 Juli 2025.

Sehari berselang, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya dan pemerintah telah menyepakati pemberian abolisi untuk Tom Lembong. Tak hanya Tom, pemerintah dan DPR juga menyepakati pemberian amnesti untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto serta 1.116 narapidana lainnya.

Lalu siapa Tom Lembong?. Dikutip dari wikipedia.org, Tom Lembong lahir di Jakarta pada 4 Maret 1971.

Ia adalah seorang politikus, bankir, dan ekonom Indonesia kebolan Universitas Harvard.

Sejak 27 Juli 2016 hingga 23 Oktober 2019, ia menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia sebelumnya menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.

Tom menempuh kuliah dalam bidang arsitektur dan perancangan kota di Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan lulus pada tahun 1994. Lalu setelah menyelesaikan pendidikannya, Tom memulai kariernya pada tahun 1995 dengan bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (Singapura). Tom kemudian bekerja sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia dari tahun 1999-2000.

Baca juga  Peran Hasto Kristiyanto dan Lima Tersangka Lain di Kasus Suap Harun Masiku

Karier awal

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Tom memulai kariernya pada tahun 1995 dengan bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley di Singapura. Pada periode 1999-2000, ia melanjutkan kariernya sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia.

Peran di sektor publik

Antara tahun 2000 hingga 2002, Tom menjabat sebagai kepala divisi dan wakil presiden senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, bertugas merekapitulasi dan merestrukturisasi sektor perbankan Indonesia pasca Krisis Keuangan Asia 1997.

Kiprah di sektor swasta

Setelah perannya di BPPN, Tom bekerja di Farindo Investments dari 2002 hingga 2005. Pada tahun 2006, ia menjadi salah satu pendiri dan direktur utama perusahaan ekuitas swasta di Singapura bernama Quvat Management. Selain itu, ia menjabat sebagai presiden komisaris PT Graha Layar Prima Tbk (BlitzMegaplex) dari 2012 hingga 2014.

Kembali ke pemerintahan

Pada tahun 2013, Tom kembali ke pemerintahan sebagai penasihat ekonomi dan penulis pidato untuk Gubernur DKI Jakarta saat itu, Joko Widodo (Jokowi), dan melanjutkan peran tersebut selama masa jabatan pertama Jokowi sebagai Presiden Indonesia.

Dalam debat keempat Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 yang digelar pada 21 Januari 2024, nama Thomas Lembong menjadi sorotan. Dalam debat tersebut, calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menuding bahwa cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, mendapat “contekan” dari Thomas Lembong untuk menyampaikan pertanyaan dalam debat. Menanggapi pernyataan tersebut, calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, justru mengungkit peran Thomas Lembong di era pemerintahan pertama Presiden Joko Widodo. Menurut Anies, Thomas pernah membantu menyusun teks pidato untuk Jokowi.

Sebagai salah satu penulis pidato Presiden Joko Widodo, Thomas Lembong menyusun beberapa pidato yang mendapat perhatian dunia internasional. Salah satu pidato paling terkenal adalah “Game of Thrones”, yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali.

Dalam pidato tersebut, Jokowi mengibaratkan kondisi ekonomi global dengan cerita dalam serial televisi Game of Thrones. Ia menyebutkan istilah-istilah ikonik seperti “winter is coming”, “great houses”, “the iron throne”, dan “evil winter”.

Inisiatif dan penunjukan terbaru

Baca juga  Komisi III DPR Akan Rapat soal Pembatasan Senpi Polisi

Setelah meninggalkan pemerintahan, Tom mendirikan Consilience Policy Institute yang berbasis di Singapura, sebuah wadah pemikir yang mengadvokasi kebijakan ekonomi internasionalis dan reformis di Indonesia.

Pada Agustus 2021, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Anies Baswedan, menunjuk Tom sebagai Ketua Dewan PT Jaya Ancol, satu-satunya Badan Usaha Milik Pemerintah Provinsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Tuduhan Importasi Gula

Pada 29 Oktober 2024, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.

Penetapan ini dilakukan setelah Kejagung mengantongi empat alat bukti yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat dan bukti petunjuk, serta barang bukti elektronik.

Tom Lembong diduga memberikan izin impor gula kristal putih meskipun saat itu stok gula di Indonesia dalam keadaan surplus. Selain itu, ia juga menunjuk pihak swasta sebagai importir tanpa melalui prosedur yang seharusnya. Jaksa menduga bahwa kebijakan ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

Sidang dan dakwaan

Pada 6 Maret 2025, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, jaksa mendakwa Tom Lembong telah memperkaya orang lain dan menyebabkan kerugian negara senilai Rp515,4 miliar, sebagaimana hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).[15]

Jaksa menjelaskan bahwa Tom Lembong menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Ia juga memberikan pengakuan kepada sembilan perusahaan swasta sebagai importir GKM, padahal perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki hak untuk mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP) karena merupakan perusahaan gula rafinasi.

Selain itu, Tom menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk melakukan pengadaan GKP melalui kerja sama dengan produsen gula rafinasi. Namun, sebelum penugasan tersebut, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, diduga telah bersepakat dengan sembilan perusahaan gula swasta untuk mengatur harga jual gula dari produsen kepada PT PPI serta harga jual dari PT PPI kepada distributor dengan harga yang ditetapkan di atas harga patokan petani.

Selain itu, jaksa juga menyebut bahwa Tom Lembong tidak mengendalikan distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan BUMN melalui operasi pasar. Namun, alih-alih menunjuk perusahaan BUMN, ia justru menunjuk organisasi koperasi seperti Induk Koperasi Kartika, Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pusat Koperasi Kepolisian Republik untuk menggelar pasar murah.

Baca juga  BPOM Cek Sampel MBG Yang Diduga Penyebab Keracunan Ratusan Siswa SMP Negeri 8 Kota Kupang

Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Tom Lembong berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001. Selain itu, ia juga didakwa berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengajuan eksepsi

Setelah mendengar dakwaan, Tom Lembong mengajukan nota keberatan (eksepsi). Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak lengkap, tidak cermat, dan tidak jelas (obscuur libel).

Pihak Tom menilai bahwa perhitungan kerugian negara oleh BPKP tidak sah karena menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2015-2017, tidak ditemukan adanya kerugian negara dalam kegiatan importasi gula. Oleh karena itu, mereka meminta agar dakwaan dinyatakan batal demi hukum serta memohon majelis hakim membebaskan Tom dari tahanan setelah putusan sela dibacakan.

Pada 13 Maret 2025, Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika membacakan putusan sela yang menolak eksepsi Tom Lembong. Majelis hakim menyatakan bahwa keberatan yang diajukan oleh Tom Lembong sudah masuk dalam materi perkara dan seharusnya dibuktikan dalam persidangan. Selain itu, surat dakwaan dinyatakan sah karena telah memenuhi syarat formal dan material serta tidak mengandung unsur error in persona. Oleh karena itu, Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang mengadili kasus ini dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara terhadap Tom Lembong.

Salah satu poin keberatan yang diajukan oleh pihak Tom Lembong adalah hasil audit BPKP yang menyebutkan adanya kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar. Pihaknya berpendapat bahwa laporan BPK lebih sah secara hukum dibandingkan dengan laporan BPKP. Namun, hakim tetap menolak keberatan ini karena sudah termasuk dalam materi perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan.

Menanggapi putusan sela tersebut, Tom Lembong menyatakan kekecewaannya terhadap dakwaan yang menurutnya tidak mencerminkan realitas yang terjadi. Ia menegaskan bahwa dirinya siap membuktikan fakta-fakta dalam persidangan untuk membela diri terkait dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016. (Jmb)

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Tetap Terhubung

Berita terkini