25.5 C
Kupang
Jumat, Juli 4, 2025
Space IklanPasang Iklan

Soal Pungutan Pendidikan, Wagub Joni Asadoma Kumpulkan Para Kepsek : “Melihatlah Dengan Hati”

Kota Kupang, TiTo – Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menerima banyak pengaduan dan pengeluaran dari masyarakat tentang adanya rupa-rupa pungutan yang diterapkan sejumlah SMA – SMK di NTT dalam Sistim Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025.

Menyikapi itu pada Rabu (2/7), Wakil Gubernur (wagub) NTT, Joni Asadoma mengumpulkan para kepala sekolah SMA dan SMK Negeri di Kota Kupang di ruang rapat wakil gubernur NTT untuk membahas persoalan pungutan pendidikan, baik pungutan pendaftaran maupun pungutan komite dalam SPMB.

Dalam pertemuan Wagub Joni Asadoma menegaskan SPMB tahun ini munculkan beragam pungutan sekolah sangat memberatkan para orang tua siswa. “Melihatlah dengan hati, terutama kemampuan orang tua siswa yang kurang mampu,”demikian arahan wagub Joni Asadoma kepada para kepsek dalam pertemuan tersebut.

Wagub kemudian memberikan instruksi agar pihak sekolah mendata kembali kemampuan para orang tua untuk menentukan besaran pungutan komite dan menyampaikan kembali kepada wakil gubernur pekan depan.

Pihak Ombudsman NTT mengatakan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) perlu karena RKAS merupakan acuan kebijakan terkait besaran pungutan yang ditetapkan pihak sekolah.

“Terkait pertemuan bersama tersebut, kami menyampaikan limpah terima kasih kepada Wakil Gubernur NTT yang telah berkenan mendengar dan menindaklanjuti keluhan para orang tua. Hal ini menjadi pintu masuk untuk mendengar langsung masukan dari sekolah dalam rangka penyempuraan draf peraturan gubernur yang akan disiapkan untuk mengatur pungutan sekolah agar hal serupa tidak terus terjadi setiap musim penerimaan murid baru,”ungkap ketua Ombudsman perwakilan NTT, Darius Beda Daton.

Disampaikan Darius, arahan wakil gubernur untuk mendata kembali kemampuan orang tua sudah tepat. Pasalnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan khsusunya Pasal 52 menegaskan bahwa Pungutan oleh satuan pendidikan wajib memenuhi ketentuan antara lain sebagai berikut,

Baca juga  Sudah 8 Bulan Urusan Damai Laka Maut di Poni-TTS Belum Tuntas, IKMABAN Bereaksi

Pertama; didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Kedua; perencanaan investasi dan/atau operasi diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.

Ketiga; tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis.

Keempat; digunakan sesuai dengan dan tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

Kelima; sekurang-kurangnya 20 persen dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan.

Keenam: tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan.

Ketujuh; pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.

“Dengan demikian dari persyaratan ini, tercermati masih banyak SMA dan SMK Negeri di NTT belum memenuhi syarat untuk melakukan pungutan. Sebab pungutan komite di NTT dilakukan terhadap semua siswa tanpa melihat kemampuan orang tua,”ungkapnya.

Ia menambahkan pengamatan Ombudsman NTT, Pungutan komite juga masih menjadi syarat para siswa mengikuti ujian dan mengambil ijasah pada saat tamat. Dan masih banyak sekolah yang mengalokasikan pungutan komite baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan.

“Dalam klarifikasinya, sekolah-sekolah menyampaikan segala macam bentuk pungutan pendaftaran tersebut telah dilakukan atas kesepakatan bersama melalui mekanisme rapat bersama antara sekolah dan orang tua dengan menandatangani bersama berita acara kesepakatan rapat. Hemat kami, kata “kesepakatan” patut ditelisik ulang. Di ruang-ruang rapat orang tua murid, banyak hal yang tampak seperti mufakat meski sebenarnya dirasakan sebagai tekanan sosial. Tidak semua orang tua punya pilihan untuk menolak. Tidak semua punya keberanian untuk mempertanyakan. Banyak yang hanya ingin anaknya diterima di sekolah yang diidamkan, tanpa mempersulit urusan. Dalam relasi yang timpang seperti ini, “kesepakatan bersama” mudah sekali berubah menjadi keterpaksaan yang dibungkus formalitas. Persetujuan orang tua, yang kadang diwujudkan dalam tanda tangan atau kehadiran dalam rapat, tidak selalu mencerminkan kerelaan. Kami mengingatkan bahwa praktik seperti ini bisa melanggar prinsip keadilan layanan publik. Dan kita tidak bisa terus menerus menormalisasi keadaan ini sebagai bagian dari sistem. Pendidikan bukan layanan jasa biasa. Ia adalah fondasi masa depan bangsa. Ketika biaya menjadi penghalang, maka kita sedang mencabut hak masa depan dari anak-anak yang lahir di keluarga miskin. Apa yang kita butuhkan bukan sekadar pembelaan dari pemerintah atau pembenaran dari pihak sekolah. Yang kita perlukan adalah keberanian untuk mengoreksi kebijakan dan budaya. Pendidikan semestinya menjadi ruang pembebasan, bukan ruang penghakiman bagi kemampuan finansial,”beber Darius Beda Daton.(Jmb)

Baca juga  Konsulat Timor Leste Temui Pemkot Kupang Perkuat Persaudaraan dan Jajaki Kerjasama Lintas Sektor

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Tetap Terhubung

Berita terkini