Kota Kupang, TiTo – Peraturan gubernur (pergub) Nusa Tenggara Timur (NTT) nomor 52 tahun 2023 tentang Tata Niaga Ternak hampir pasti direvisi. Ini setelah pihak komisi II DPRD NTT melakukan uji petik lapangan terkait tata niaga ternak dan melakukan pertemuan dengan Dinas peternakan NTT, dinas Perijinan Satu Pintu (PTSP) NTT, Persatuan Peternak dan Pengusaha Sapi Indonesia (PEPPSI) NTT, Himpunan Pengusaha Peternak Sapi Kerbau (HP2SK) NTT dan sejumlah instansi tekhnis lainnya.
Usai pertemuan di ruang komisi II DPRD NTT, Rabu (23/4) Wakil ketua komisi II DPRD NTT, Yunus Takandewa kepada wartawan menyampaikan sesuai hasil uji petik lapangan di sejumlah kabupaten / Kota di NTT dan aspirasi yang disampaikan kedua asosiasi dalam forum tersebut telah disepakati untuk dilakukan revisi terhadap sejumlah pasal dan pergub 52/2023 tentang Tata Niaga Ternak tersebut.
“Menyangkut pergub 52 tahun 2023 tentang tata niaga ternak ada beberapa hal yang perlu direvisi setelah kami lakukan ujipeik di beberapa kabupaten Kota dan usulan-usulan dari asosiasi dalam rapat tadi, kami semua sepakat untuk revisi pergub 52 tahun 2023,”katanya.
Sedikitnya ada tiga poin penting dalam ketentuan Pergub tersebut yang dinilai dapat mengancam kelangsungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dibidang peternakan dan perdagangan khusnya ternak Sapi.
“Karena ada muatan (ketentuan) diluar jangkauan, pertama tentang ketentuan berat sapi 275 yang bisa dikirim keluar, pengusaha harus ada rens 50 hektare dan kandang kapasitas 1.000 ekor. Ketentuan itu tidak mampu dipenuhi dilapangan oleh peternak maupun pedagang, ini mengancam UMKM kita karena syarat itu hanya bisa dipenuhi pengusaha besar,”katanya.
Selain itu kata Yunus, dalam pergub tersebut ada ketentuan yang membuka ruang terjadinya kriminalisasi dalam tata niaga di tingkat kabupaten/kota.
“ada potensi kriminalisasi sehingga APH masuk,”katanya.
Pihaknya meminta kepada pemprov NTT terutama dinas tekhnis agar memikirkan soal kelangsungan usaha peternakan dan perdagangan Sapi di NTT yang masih dikenal sebagai daerah penyuplai sapi terbesar di Indonesia.
“Kita perlu cegah agar NTT yang masih menjadi provinsi penyuplai ternak terbesar turun grade gara-gara kita abai dalam pengurusan tata niaga ternak,”katanya.
Wakil dari PDIP ini menambahkan dinas peternakan NTT telah menyiapkan telaan revisi pergub tersebut untuk diajukan ke biro hukum Setda NTT.
Sementara Ketua umum DPP PEPPSI, Meidelzed Amtiran yang diwawancarai usai pertemuan tersebut menyampaikan PEPPSI sangat mendukung revisi pergub tersebut demi menjaga keberlangsungan usaha ternak dan perdagangan sapi di NTT.
Soal ketentuan bobot sapi yang dapat dikirim keluar kata Amtiran, standard berat 240 sampai 250 kilogram sangat ideal untuk kondisi niaga sapi di NTT saat ini.
Disampaikan pihaknya juga mendukung keputusan dalam rapat terkait dengan Pemangkasan alur birokrasi dalam proses penerbitan ijin pengiriman sapi ke luar pulau. “Tadi itu juga ada kesepakatan soal quota dan penerbitan ijin keluar itu diurus dinas peternakan provinsi, kabupaten hanya urus tekhnis saya sperti periksa kesehatan, timbang dan lainnya tapi soal ijin keluar nanti dari provinsi,”kata Meidelzed Amtiran didampingi Sekjen Okto Amnifu, bendahara umum Jacson Nitti, Wakil ketua Willi Obehetan, Peter Bano ketua DPD PEPPSI NTT, Melki Tanehe ketua DPC PEPPSI kabupaten Kupang. (Jmb)