Kupang, TiTo – Aksi penyegelan akses masuk obyek wisata Air Terjun Oehala di desa Oe’Ekam, Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh pemilik lahan yang kecewa dengan sistim pengelolaan obyek wisata tersebut harus menjadi cermin bagi pemkab TTS terutama bagi dinas pariwisata sebagai instansi tekhnis yang mengurus pariwisata di Bumi Cendana.
Perlu ada pembenahan menyeluruh yang berorientasi bisnis terhadap penataan atau pengelolaan hingga sistim penarikan retribusi di lokasi wisata tersebut sehingga obyek wisata tersebut tak hanya menguntungkan daerah semata tapi juga warga setempat terutama pemilik lahan.
Drs. Jhoni Justus Arnolus Ninu, M.Pd, Pemerhati sosial asal TTS menyampaikan itu kepada timurtoday.id, Sabtu (19/4).
Ia menyampaikan beberapa poin yang dianggap penting dilakukan pemkab TTS terkait pengelolaan obyek wisata di kabupaten TTS yakni pertama, kadis Pariwisata perli memiliki konsep bisnis dalam mengelola pariwisata. Persoalan Oehala menurutnya merupakan indikasi kalau kadis pariwisata bermental birokrat tulen, tak ada mental bisnis.
Kedua, menurutnya, pemkab TTS perlu memperjelas status lahan obyek pariwisata yang ada sehingga pendapatan yang diperoleh dari obyek wisata yang ada tidak dianggap ilegal. Pemilik lahan juga perlu mendapat bagian dalam pengelolaan obyek wisata di wilayahnya.
Ketiga, Penataan tempat atau fasilitas di lokasi pariwisata perlu memperhatikan faktor kenyamanan pengunjung atau wisatawan tak boleh asal jadi.
Keempat, kata mantan akademisi Undana ini, Penerbitan petugas Karcis dilokasi pariwisata perlu dilakukan misalnya dengan pemberian tanda khusus atau seragam. Ini dimaksudkan untuk menghindari pemungutan karcis secara ilegal oleh oknum-oknum diluar petugas dari pemerintah.
Atau kata Jhoni, pemkab berlakukan sistim digitalisasi dalam pemungutan bea masuk di lokasi pariwisata untuk meniadakan praktik curang dalam pemungutan bea masuk.
“Gunakan saja sistem digitalisasi, jangan manual . Jangan gunakan karcis ber standart ganda dan manual . Terakhir nanti terjadi manipulatif dan Kadisnya ditangkap oleh maling,”ungkapnya.
Kelima, pelatihan atau bimbingan tekhnis terhadap petugas di lokasi pariwisata perlu dilakukan terkait dengan etika dan tekhnis melayani pengunjung.
“Ini penting , agar para pengunjung merasa nyaman karena tidak terintimidasi saat masuk tempat wisata,”katanya.
Dan keenam, jika pemkab tak mampu untuk mengelola obyek pariwisata secara profesional maka bisa dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk pengelolaannya.
Sebelumnya Marten Pay, salah satu pemilik lahan obyek wisata air terjun Oehala menyampaikan pihaknya melakukan penyegelan akses masuk obyek wisata ternama di kabupaten TTS itu karena maraknya pungutan liar (pungli) bea masuk oleh sejumlah oknum di obyek wisata tersebut.
Marten Pay (kanan) memberikan keterangan kepada wartwan di lokasi wisata Air terjun Oehala
“Saya, Marten Pay, pemilik tanah di sini. Sudah beberapa minggu kami menolak adanya pungutan liar di lokasi ini. Kami bahkan sudah pernah menegur beberapa orang yang memungut karcis masuk, termasuk saudara Ose Aplugi,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan keprihatinannya terhadap fasilitas penunjang yang ada di salah satu lokasi pariwisata ternama di kabupaten TTS itu.