Kupang, TiTo – Enam warga desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang babak belur. Mereka diduga dianiaya sekelompok orang yang diduga adalah petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penganiayaan tersebut diduga terjadi saat para korban kedapatan mengangkut kayu jati gelondongan di kawasan hutan desa Bipolo beberapa hari lalu. Para korban dibawa ke Kota Kupang oleh para oknum yang diduga petugas BBKSDA NTT dalam kondisi berlumuran darah.
Salah satu korban bernama Usu, menuturkan bahwa kejadian tersebut bermula saat mereka tengah mengangkut kayu di kawasan hutan Desa Bipolo.
Saat itu, datanglah sekitar 10 petugas BBKSDA NTT dengan berpakaian preman dan langsung menangkap mereka dan menggiring ke Pos Pemantau Kehutanan di desa Bipolo.
Di lokasi tersebut, Usu bersama teman-temannya itu mengalami kekerasan fisik secara brutal dengan menggunakan tangan dan kaki dari 10 orang yang diduga petugas BBKSDA NTT itu. Tangan mereka diikat ke belakang, mereka tidak melakukan perlawanan.
“Kami dipaksa berlutut selama berjam-jam sebelum akhirnya dibawa ke Kota Kupang. Padahal, kondisi kami sudah penuh luka dan darah, tetapi bukannya dibawa ke rumah sakit, malah langsung ditahan,” beber Usu.
Korban mengalami luka serius, termasuk memar di wajah, luka robek di kepala, serta lebam di sekujur tubuh. Bahkan, Usu hampir kehilangan penglihatan akibat pukulan di bagian mata.
Setibanya di Kota Kupang, keenam korban ditahan di kantor Penegakan Hukum (Gakkum) NTT. Anehnya, pihak Gakkum mengaku kalau pihaknya baru mengetahui keberadaan korban pada keesokan harinya.
Penyidik Gakkum NTT, Noldy, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak menerima Laporan Kejadian (LK) dari BBKSDA NTT terkait insiden tersebut.
“Kami juga kaget saat melihat mereka di sini dalam kondisi memar. Setelah dicek, ternyata mereka dibawa oleh BBKSDA NTT tanpa laporan resmi,” sebut Noldy.
Menurutnya, pihak Gakkum NTT hanya diminta untuk memproses para korban terkait dugaan pelanggaran kehutanan, tanpa memperhatikan kondisi fisik mereka yang mengalami penganiayaan tersebut.
“Dalam rapat dengan BBKSDA NTT dan BLH Provinsi NTT, kami sudah mempertanyakan kondisi korban, tetapi tidak ada tanggapan dari pihak BBKSDA,” bebernya.
Aksi penganiayaan ini diduga dipimpin oleh salah satu petugas senior BBKSDA NTT bernama Hery Selan. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari BBKSDA NTT terkait insiden ini.
Saat media menemui para korban yang masih ditahan di kantor Gakkum NTT pada Jumat 21 Februari 2025, luka-luka korban masih tampak jelas meskipun sudah lebih dari 24 jam sejak kejadian.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh petugas BBKSDA NTT serta kelalaian dalam memberikan perawatan medis kepada korban yang mengalami kekerasan fisik.
Pihak berwenang diharapkan segera memberikan klarifikasi dan memastikan keadilan bagi para korban.(koranmedia.com)