29.3 C
Kupang
Rabu, April 30, 2025
Space IklanPasang Iklan

Dampak Media Sosial terhadap Kesehatan Mental dan Interaksi Sosial di Era Digital

Awal tahun 2025 diwarnai oleh sejumlah kasus tragis yang viral di media social, termasuk kasus bunuh diri yang menyita perhatian publik.

Fenomena ini tidak hanya menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental, tetapi juga menyoroti peran media social dalam membentuk pola pikir dan kondisi emosional seseorang. Kejadian-kejadian ini menjadi pengingat bahwa dunia maya memiliki dampak nyata pada kehidupan kita.

Sayangnya, tanggapan pengguna media social terhadap kasus-kasus ini sering kali tidak memberi solusi nyata. Banyak komentar yang hanya berfokus pada sensasi atau menyalahkan tanpa memberikan dukungan atau pendekatan yang konstruktif.

Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran sebagian pengguna media social tentang pentingnya empati dan kontribusi positif dalam menghadapi isu-isu sensitif. Semoga artikel ini cukup untuk memberi kita pandangan yang lebih luas tentang dampak media social terhadap kesehatan mental kita sebagai pengguna.

1. Pengaruh Media Social terhadap Kesehatan Mental

Media social dapat menjadi pedang bermata dua dalam hal kesehatan mental. Di satu sisi, media social menyediakan ruang untuk berbagi cerita, menemukan komunitas, dan memperoleh dukungan emosional.

Di sisi lain, banyak penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memicu masalah kesehatan mental seperti:

Kecemasan dan Depresi: Paparan terhadap konsumsi konten yang dimedia social yang berlebihan dapat menyebabkan perasaan emosional kita terganggu, yang dapat memicu kecemasan dan depresi.

        FOMO (Fear of Missing Out): Ketakutan akan ketinggalan informasi terbaru atau pengalaman membuat banyak orang terus-menerus memantau media social, yang akhirnya menyebabkan stres kronis dan terperangkap dalam dunia maya atau menggangap dunia nyata dan komunikasi lewat pertemuan tidak dapat memberikannya informasi yang lengkap.

Baca juga  Penggantian Pejabat ASN oleh Kepala Daerah Baru, Antara Prinsip Merit Sistem dan Tantangan Politisasi

        Gangguan Tidur : Penggunaan media social menjelang tidur sering kali mengganggu pola tidur, yang berdampak negatif pada kesehatan mental.

Dalam istilah medis bahkan lebih bahaya dari insomnia disebut kerusakan ritme sirkadian atau gangguan ritme tubuh karena terpapar cahaya pada satu focus dimalam hari.

Penurunan Interaksi Sosial di Dunia Nyata: Salah satu efek paling mencolok dari penggunaan media social yang berlebihan adalah penurunan interaksi sosial langsung. Beberapa faktor yang memengaruhinya meliputi:

Komunikasi Virtual yang Menggantikan Pertemuan Tatap Muka : Banyak dari kita lebih merasa percaya diri ketika mengobrol melalui pesan teks atau video call dari pada bertemu langsung, yang dapat mengurangi kedekatan emosional. Mental percaya diri kita untuk mengucapkan kata seperti telah berpindah dari dunia nyata menuju ke dalam dunia maya.

       Isolasi Sosial

Meskipun kita saling terhubung secara digital, namun tidak sedikit dari kita justru merasa kesepian, terabaikan bahkan terbuang karena kurangnya hubungan yang mendalam dan nyata. Media social menjadi tempat kita melapiaskan perasaan kita yang seolah terkunci di dunia nyata.

Dari banyak pengaruh diatas tidak dapat kita hindari atau bahkan mungkin orang-orang terdekat kita sedang berada dalam pengaruh ini, sebab media social telah menjadi tempat utama bagi masyarakat untuk berbagi informasi dan berkomunikasi termasuk terhadap kasus-kasus bunuh diri awal tahun ini, yang kerap kali menimbulkan kekuatiran di masyarakat. Untuk mengatasi dampak dari kasus-kasus ini, beberapa hal dapat saya ajukan sebagai preferensi baik bagi individu, komunitas maupun masyarakt secara luas.

        Mengelolah informasi sebelum dikonsumsi

Kasus-kasus yang viral dimedia social sering kali memunculkan informasi yang tidak selalu valid atau tidak sepenuhnya benar. Untuk itu, penting bagi kita untuk ada dalam posisi verifikasi fakta bahwa sumber yang kita terima adalah bukan sekedar rumor atau spekulasi.

Baca juga  Dukung Masyarakat Tolak Perubahan Status Cagar Alam Mutis 

Selain itu, batasi waktu kita untuk membaca atau menonton konten terkait kasus-kasus viral terutama jika hal tersebut memengaruhi kesehatan mental kita, penting bagi kita juga untuk tidak ikut menyebarkan apalagi memanfaat peristiwa demikian untuk kepentingan konten kita secara pribadi.

Membangun empati: saya kira empati adalah kunci dalam menghadapi isu-isu sensitive dimedia social. Memutuskan untuk memberi komentar dukungan adalah pilihan yang membagun orang lain, selain itu kita juga dapat mengedukasi diri tentang kesehatan mental agar dapat memahami atau paling tidak ikut merasakan apa yang orang lain rasakan.

Hormati privasi: dalam isu-isu sensitive penting bagi kita untuk menghargai privasi orang lain dengan tidak ikut terlibat dalam membagikan foto/video yang mengganggu privasi orang lain, berikan ruang pada pribadi kita untuk tidak mengkomsumsi privasi orang lain terutama dalam kasus-kasus sensitive.

Meningkatkan kesadaran penting kesehatan mental: untuk poin ini kita seharusnya merasa untuk memiliki tugas bersama, sebab di moments kasus kesehatan mental yang terjadi langkah kampanye positif justru harus terus digaungkan dimedia social, dorong orang-orang untuk terlibat dalam komunitas yang membangun, upayakan bahwa semua hal yang terjadi dalam kehidupan ini termasuk masalah dapat dibicarakan dalam pertemuan atau dalam ruang-ruang ekspresi diri.

       Kesimpulan

Pada akhirnya, kita sedang dalam upaya melihat dampak media social terhadap kasus yang terjadi belakangan ini, terutama yang terkait dengan kesehatan mental, kita membutuhkan langkah yang bijak dan penuh rasa tanggung jawab. Dengan mengelolah informasi meningkatkan kesadaran, dan memanfaatkan teknologi terutama media social secara positif sekiranya kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan rama sehat mental.

Ingatlah bahwa dibalik sebuah unggahan ada manusia nyata yang membuthkan kepedulian kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami batasan, meningkatkan empati, dan mengutamakan hubungan dunia nyata agar tetap sehat secara mental dan emosional di era digital ini. (Jegi Y.A Taneo – Penggagas Komunitas Mahasiswa Peduli Kesehatan Mental Kota Kupang)

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Tetap Terhubung

Berita terkini