Penulis :
PAULUS OKTOFIANUS ADU,
(Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Nasional)
 Pada Senin, 31 Maret 2025, Bupati Rote Ndao meluncurkan program “10.000 Rote Ndao” di Halaman SMA Negeri 1 Rote Selatan (Baca di:https://kupang.tribunnews.com/2025/04/03/bupati-paulus-henuk-gagas-program-10000-untuk-rote-ndao). Program ini mengajak seluruh masyarakat, baik yang tinggal di Rote Ndao maupun yang berada di luar daerah, untuk berkontribusi sebesar Rp 10.000 per bulan guna mendukung pembangunan Kabupaten Rote Ndao. Inisiatif ini adalah bagian dari gerakan “Maifali E” yang kedua, yang menurut Bupati lahir dari hati dan pikiran tulus untuk kemajuan daerah. Pemerintah Kabupaten Rote Ndao telah menyiapkan rekening khusus yang akan disebarkan kepada masyarakat agar mereka bisa berkontribusi dalam pembangunan daerah. Meskipun demikian, Bupati menegaskan bahwa program ini bukanlah pungutan atau paksaan, melainkan sebuah ajakan yang berlandaskan pada kepedulian dan kecintaan terhadap tanah kelahiran. Program ini bertujuan untuk menurunkan angka stunting, mengurangi kemiskinan, membantu janda dan fakir miskin, serta membangun fasilitas umum (Baca di: https://sindo-ntt.com/bupati-gagas-program-rote-ndao-sepuluh-ribu-simak-penjelasannya/).
Namun, saya merasa perlu ada penjelasan lebih lanjut mengenai siapa saja yang dimaksud dengan “masyarakat” dalam program ini. Banyak media yang memberitakan bahwa seluruh masyarakat Rote Ndao diwajibkan untuk berkontribusi, tetapi tidak dijelaskan secara rinci siapa yang dimaksud. Dalam konteks ini, masyarakat bisa dibedakan berdasarkan pekerjaan, usia atau generasi, serta status sosial dan ekonomi. Hal ini penting agar masyarakat tidak bingung dengan istilah “masyarakat” yang digunakan, mengingat tujuan program ini adalah untuk membantu janda dan fakir miskin. Jika tujuan program ini untuk mereka, mengapa masyarakat lainnya juga diminta untuk berkontribusi?
Selain itu, program ini dilatarbelakangi oleh adanya efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Namun, apabila efisiensi anggaran dijadikan alasan, hal ini terasa kurang rasional, karena hampir semua daerah di Indonesia mengalami dampak yang sama akibat efisiensi anggaran. Bahkan, hampir semua kementerian juga terkena dampaknya. Menggunakan alasan efisiensi hanya untuk Rote Ndao terasa kurang tepat, karena daerah lain pun menghadapi kondisi yang serupa.
Daripada menjadikan efisiensi anggaran sebagai alasan, saya rasa lebih baik jika pemerintah daerah fokus pada pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat. Sambil menunggu anggaran, baik dari pendapatan asli daerah (PAD) maupun transfer dari pemerintah pusat, pemberdayaan masyarakat dapat menjadi langkah awal yang lebih efektif.
Penting untuk diingat, apabila program ini dipaksakan, hanya akan menambah beban bagi masyarakat Rote Ndao. Mengingat pengeluaran per kapita penduduk Rote Ndao pada tahun 2024 sebesar Rp 856.884, dengan sekitar Rp 463.767 digunakan untuk kebutuhan makan dan Rp 393.077 untuk kebutuhan lainnya (seperti pakaian, obat-obatan, dan sekolah anak) (Lihat di: Kabupaten Rote Ndao Dalam Angka 2025 – Badan Pusat Statistik Kabupaten Rote Ndao). Sehingga bagi saya program ini justru akan memberatkan mereka, karena mereka harus membagi lagi pengeluaran mereka untuk program ini. Selain itu, sebagian besar masyarakat bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang rata-rata berpenghasilan rendah. Mereka tentu akan kesulitan untuk membagi penghasilan mereka untuk kebutuhan sehari-hari dan juga kontribusi program ini.
Saya juga percaya bahwa saat ini banyak komunitas, LSM, atau yayasan yang dapat diajak berkolaborasi untuk membantu pemerintah daerah. Banyak organisasi yang fokus pada masalah air bersih, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pariwisata yang bisa diajak bekerja sama untuk menyelesaikan berbagai masalah daerah. Di bidang pertanian, misalnya, Kabupaten Rote Ndao adalah penghasil padi dan bawang merah terbesar, sehingga program pelatihan untuk masyarakat di sektor pertanian akan sangat bermanfaat.
Melalui pelatihan-pelatihan ini, masyarakat bisa mendapatkan keterampilan dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha mereka. Ketika usaha mereka berkembang, tentunya akan ada peningkatan penghasilan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Selain itu, masyarakat yang tinggal di daerah wisata juga bisa diberdayakan dengan pelatihan untuk menjadi tour guide atau menyediakan layanan lain yang berhubungan dengan pariwisata. Dengan begitu, mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan dari sektor wisata yang terus berkembang.
Intinya, masyarakat harus diberdayakan terlebih dahulu. Ketika mereka sudah memiliki keterampilan dan kompetensi, mereka akan dapat mengaplikasikannya untuk mencari penghasilan. Setelah itu, barulah mereka bisa diajak untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah. Jangan sampai masyarakat diminta untuk membangun sebelum mereka dipersiapkan untuk itu, karena hal ini justru akan menunjukkan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam membangun daerahnya. Apalagi, ini baru langkah awal dalam pembangunan. Jika dipaksakan, hal ini justru akan mencerminkan ketidakmampuan pemerintah Rote Ndao di awal kepemimpinan mereka.
Pemerintah daerah juga dapat mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan Kepala Desa di Kabupaten Rote Ndao. Dengan 112 desa yang ada, pemerintah daerah bisa mengajak kepala desa untuk memastikan bahwa dana desa yang begitu besar dapat diintegrasikan dengan program dari pemerintah kabupaten. Seperti kebijakan pemerintah pusat yang juga mengharuskan sinkronisasi antara program pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Jangan menyerah sebelum berjuang. Dalam memulai pembangunan, persiapan adalah segalanya. Pemerintah daerah harus fokus pada pemberdayaan masyarakat terlebih dahulu, sebelum meminta kontribusi mereka. Dengan langkah ini, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih tangguh dan siap untuk bergotong royong membangun daerahnya.
Di tengah tantangan yang ada saat ini, saya yakin bahwa inovasi dan kolaborasi menjadi dua hal yang sangat penting. Keduanya akan menjadi kunci untuk mencapai kemajuan dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan. Ketika masyarakat diberdayakan dan diberi kemampuan, mereka akan lebih siap untuk berkontribusi demi kemajuan bersama.(*)