Oleh :
Paulus Oktofianus Adu
Alumni Jurusan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana Kupang
Masalah
Masyarakat Kabupaten Rote Ndao dihebohkan oleh sebuah postingan viral yang diunggah oleh akun facebook Mus Frans (15/02/2025) yang kemudian oleh tangan ajaib netizen informasi tersebut merebak luas di facebook dan instagram. Postingan tersebut memuat informasi terkait dugaan privatisasi Destinasi Wisata Pantai Bo,a yang dilakukan oleh PT Bo,a Development. Secara singkat, isi postingan tersebut menunjukan bahwa PT Bo,a Development melarang orang untuk masuk ke Pantai Bo,a.
Beredarnya postingan tersebut mengundang respon dari pihak PT Bo,a Development. Melalui Management PT Bo,a Development, Samsul Bakhrie mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak pernah melarang siapa pun untuk untuk masuk ke pantai tersebut baik itu wisatawan, nelayan, petani rumput laut maupun masyarakat biasa.
“Tidak pernah sama sekali kami melarang masyarakat, nelayan, petani rumput laut ke pantai, apalagi sampai kita dituduhkan para wisatawan untuk menuju ke pantai kesulitan sampai melalui jalan tikus dengan sembunyi-sembunyi, tidak ada sama sekali disitu. Kita sudah siapkan akses jalan dibagian barat, masuk dari depan SD Inpres Bo’a,” terang Samsul (baca di: https://sindo-ntt.com/pt-boa-development-ada-akses-jalan-ke-destinasi-wisata-kebersihan-pantai-terjaga/).
Refleksi
Menurut saya, persoalan penutupan akses jalan menuju pantai Bo,a oleh PT Bo,a Development bukanlah sebuah pelanggaran apabila bagian akses jalan yang ditutup adalah bagian tanah yang telah dibeli oleh pihak perusahaan tersebut. Karena tanah tersebut secara sah telah menjadi milik pihak PT tersebut sehingga bukanlah sebuah kesalahan jika ditutup untuk proses pembangunan hotel, resort, caffe maupun jasa lainya.
Dan terkait proses pembangunan, saya percaya bahwa sebagai PT tentunya mereka telah memahami serangkaian proses dan perizinan serta tidak mungkin pembangunan tersebut dilakukan secara illegal, pastinya mereka telah mendaptkan Surat Izin Prinsip (SIP), yang di mana surat ini merupakan pengakuan dari pemerintah suntuk proses perizinan Pembangunan.
Selain itu, menurut informasi, jalan yang diberikan untuk dilewati masyarakat merupakan milik PT Sitasa Bahtra dan saya yakin suatu saat pun akses publik akan dibatasi alias ditutup. Lebih lanjut menurut hemat saya, terhadap persoalan ini masyarakat di pesisir pantai dan sekitarnya yang memiliki dan menguasai sejumlah bidang tanah haruslah berefleksi.
Rekomendasi
Terhadap kasus ini, saya merekomendasikan kepada masyarakat agar jangan pernah melakukan kontrak atau sewa tanah maupun menjual kepemilikan tanah tersebut kepada para kapitalis atau pemodal. Sebab dampak negatif dari penjualan tanah kepada para pemodal tersebut adalah masyarakat sekitar akan termarjinalkan di dalam negeri sendiri, di tanah sendiri, alih-alih terlibat sebagai pelaku pembangunan di daerahnya, masyarakat sekitar hanya akan berakhir sebagai penonton.
Jikalau pun masyarakat terpaksa untuk menyerahkan tanahnya bagi para pemodal, saya menyarankan agar tanah tersebut diserahkan dalam ketentuan sewa dan jangan pernah mau untuk dijual sepenuhnya. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah para pemodal menguasai secara penih atas tanah yang ada di wilayah pesisir pantai Bo,a.
Mengutip dari portalntt.com, masyarakat setempat mengaku kecewa terhadap tanah yang dikuasai oleh PT Bo,a Development tersebut, karena sebelumnya tanah tersebut merupakan tanah hibah yang dihibahkan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk dijadikan aset daerah agar bisa berdampak positif bagi masyarakat luas, terkhususnya masyarakat Desa Bo,a. akan tetapi kemudian malah dikuasai oleh pihak swasta, yakni PT Bo,a Development. Dari kekecewaan masyarakat tersebut ini menjadi bukti bahwa masyarakat keberatan, sehingga saya juga meminta kepada pemerintah daerah untuk memberikan pernyataan resmi mengenai masalah ini agar publik tidak dibuat bingung mengenai masalah ini, apalagi masyarakat Desa Bo,a yang menghibahkan tanah ini.
Studi Kasus
Jika dilihat, persoalan ini memiliki kesamaan dengan persoalan Kaipitalisasi Wilayah Pesisir Nembrala yang pernah diteliti oleh Program Studi Ilmu Politik Undana (saya bersama beberapa dosen) pada 2023 lalu. Hasil yang kami peroleh terkait mekanisme akses tanah di Pantai Nembrala adalah para warga negara asing (kita sebut saja bule) mengontrak tanah masyarakat tapi sertifikat atas nama orang Indonesia, ada juga bule yang menikah dengan warga lokal barulah mereka membeli tanah untuk membangun hotel, caffe, resort, ini juga tetap menggunakan nama istri mereka yang orang Indonesia.
Alasan masyarakat setempat menjual ataupun menyewakan kepada orang bule maupun orang lokal adalah karena harga yang lumayan tinggi. Karena mayoritas masyarakat pesisir adalah petani rumput laut sehingga mudah dipengaruhi dengan uang yang besar, baik dari pihak pengontrak ataupun pembeli yang merupakan kapitalis asing maupun lokal. Berkaitan dengan proses ijin Pembangunan resort, vila, caffe, dan hotel Jermi Haning Ph.d sebagai asisten III Kabupaten rote ndao juga mengatakan bahwa: seiring dengan berkembangnya sektor pariwisata di rote maka sebanding juga dengan banyaknya Pembangunan penginapan di daerah pariwisata. Sehingga bagi pemilik penginapan baik itu WNA maupun WNI terlebih dahulu memiliki izin prinsip Pembangunan hotel yaitu surat izin prinsip (SIP), surat ini merupakan pengakuan dari pemerintah sehingga ini harus dimiliki oleh pelaku bisnis yang ingin memulai bisnis.(*)
Kaka makasih sudah mau angkat ini permasalahan di media.. tapi di sarankan kaka perlu tau lebih dulu soal japan desa yg sudah ada sejak dulu, bahkan tanah2 yg berbatasan desa juga tertera di dalam sertifikat.. dan salah satu jalan desa itu pernah di hibabkan oleh masyarakat utk kepentingan akses pariwisata… kakak perlu mengerahui hal itu dulu baru bicara.. kami tidak anti asing dan tidak anti investasi.. namun perlu ada keseimbangan.. jalan desa yg saya sebutkan diatas telag di pasang portal, dan perlu kakak tau sebelum adanya protes dan petisi belum pernah ada pernyataan dri PT. BOA DEVELOPMENT tentang akses… kami perjuangkan ini utk anak cucu.. bukan utk kepentingan kami… satu lagi kakak.. yang namanya akses itu bukan seenak jidat yang di keluarkan dri mulut, semua wajib ada legal standingnya.. dan akses yg sudah pernah di hibahian masyarakat mala di jadikan akses pribadi.. perlu ada atensi dari pemerintah soal hal ini…
Maksih om, atas responnya, TPI itu artikel bukan berita wwncara, itu tulisa opini dsri namanya ada itu.klo opini kami tidak bisa ubah isi, klo ada mau buat tanggapan balik atas opini itu boleh om dong buat baru kirim ke kami untuk publikasi, jdi itu bukan berita yg kami wwncara om, mksh🙏