Kupang, TiTo – Aset Kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI berupa sebidang tanah yang berlokasi di Kota Kupang, ibukota Nusa Tenggara Timur (NTT) kabarnya telah dikuasai oleh pihak yang tidak berhak dan dijual dengan nilai fantastis.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT tengah mengusut pengalihan aset tersebut karena diduga ada tindak pidana korupsi dalam proses pengalihan dan penjualan lahan tersebut.
Sejumlah saksi diantaranya Camat Kelapa Lima dan Lurah Oesapa telah dimintai keterangan oleh pihak Kejati NTT
Informasi yang dihimpun, kasus ini berawal dari adanya perjanjian tukar guling (ruislag) antara Pemerintah Provinsi NTT dan Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT pada 7 Mei 1975.
Sesuai dengan Surat Keterangan Pelepasan Hak Nomor: 1/Sub.Dit.Agr/1975, Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT menyerahkan tanah seluas 23,95 hektare di Kelurahan Oebobo, Kota Kupang, kepada Pemerintah Provinsi NTT.
Sebagai gantinya, Direktorat Daerah Pemasyarakatan menerima tanah seluas 40 hektare di Kelurahan Oesapa Selatan, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Tanah tersebut kemudian didaftarkan dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 10 Tahun 1975 dan Gambar Situasi Nomor: 118/1975 dengan luas 40 hektare.
Seiring waktu, pembangunan jalan yang melintasi area tersebut pada tahun 1994 menyebabkan pengukuran ulang dan pemecahan sertifikat menjadi Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 dengan dua bagian, yakni: Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 dengan Gambar Situasi Nomor: 599/1994 seluas 99.785 m².
Dan, Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 dengan Gambar Situasi Nomor: 601/1994 seluas 264.340 m².
Namun, pada tahun 2020, sebagian tanah tersebut diduga dikuasai secara ilegal oleh Yonas Konay. Tanah seluas 10.000 m² kemudian dijual kepada Nicolins Mariana Mailakay seharga Rp 2 miliar berdasarkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor: 403/
PEM.PH/CKL/IX/2020 tanggal 30 November 2020.
Akibat transaksi ini, Pemerintah RI melalui Kemenkumham kehilangan hak atas penguasaan tanah tersebut. Hingga kini, belum ada pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 maupun penghapusan aset tersebut dari daftar kepemilikan negara.
Untuk diketahui, tanah Kemenkumham yang menjadi obyek dalam perkara ini berlokasi sangat strategis dengan estimasi harga jual berkisar antara Rp 10 juta – Rp 15 juta per meter persegi. Dengan demikian, jika diokupasi oleh oknum tak bertanggung jawab maka negara telah dirugikan sebesar Rp 977.850.000.000.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, S.H., M.H., membenarkan bahwa pihaknya tengah menyelidiki kasus ini.
“Ya, terkait penyelidikan perkara tersebut, tim penyelidik sudah memanggil para pihak terkait untuk dimintai keterangan,” ujar Mourest.
Tim penyidik terus memeriksa sejumlah saksi untuk mengungkap lebih lanjut keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.
Dari hasil penyelidikan sementara, kasus ini berpotensi untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Jika kasus ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, tim penyidik akan melakukan penyitaan terhadap tanah yang menjadi objek perkara guna kepentingan hukum.
Hingga sat ini, Kejati NTT terus mengembangkan penyelidikan untuk memastikan ada atau tidaknya unsur tindak pidana korupsi dalam kasus ini, serta menelusuri keterlibatan pihak lain yang berpotensi terlibat dalam transaksi ilegal ini.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan aset negara yang cukup besar. Masyarakat menunggu langkah Kejati NTT dalam menuntaskan dugaan penyalahgunaan aset negara demi menegakkan supremasi hukum di NTT. (Jmb)