Kota Kupang, TiTo – Kasus dugaan kekerasan seksual Kapolres Ngada, Ajun Komisaris Besar Fajar Widyadharma Lukman terhadap tiga anak dibawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyita perhatian publik terutama warga Kota Kupang, ibukota provinsi NTT.
Aktifis perempuan di Kota Kupang, Sarah Lerry Mboeik ikut bersuara menuntut keadilan ditegakkan dalam proses hukum kasus itu.
Menurutnya kasus tersebut sungguh miris sekaligus menyedikan karena melibatkan seorang petinggi Polri dan korbannya anak dibawah umur. Polisi yang seharusnya menjadi penegak dan pelindung HAM justeru menjadi pelaku.
“Miris dan sedih membaca berita ini…polisi ini kan garda depan penegakan dan perlindungan HAM, malah jadi pelaku…bahkan dalam kasus narkoba, kekerasan sexual bahkan anak dibawah umur, dan Tppo..ini kebiadapan yg luar biasa..yg hrs masuk dlm extra ordinary crime…,”ungkap Lerry Mboeik lewat WhatsApp, Kamis (13/3).
Mantan Senator asal NTT ini mempertanyakan intelijen Polri di NTT yang tak dapat mengendus perilaku kejahatan tersebut. “yg mengherankan polda NTT dg fungsi intelijen sangat lemah tak dpt mendeteksi perlakuan penyimpangan yg sdh dikategorikan pedofil pada kapolres..kuatirnya kayak gunung es…saya yakin dg momen ini kami buka ruang dan proteksi bagi siapapun korban untuk dapat melapor dg mekanisme tertutup kepada teman2 pendamping yg dipercaya maupun tokoh2 agama u membongkar perilaku kejahatan ini…anehnya kss ini malah dilaporkan polisi Australia dan ditangkap oleh mabes…ini yg membuat kami tak habis pikir peran polda NTT (irwasda) dll dlm mengawasi perilaku anggotanya…sangat disayangkan….sebagai aktivis kami meminta hukuman seumur hidup di Nusa kambangan…kami juga mabes terbuka proses hukumnya dan tidak ada back up pada pelaku, sekalipun dia jenderal,”ungkap direktur PIAR NTT ini.
Kronologi Pengungkapan
Kronologi Terungkapnya Kasus dugaan Kekerasan Seksual AKBP Fajar ini berawal dari informasi yang disampaikan Kepolisian Federal Australia pada Januari 2025.
Laporan dari pihak berwajib Australia itu mengemuka lantaran kemunculan video kekerasan seksual di situs porno negara itu yang ketika ditelusuri diunggah dari Kota Kupang.
Pihak Australia lantas melaporkan ke Divisi Hubungan Internasional Polri. Selanjutnya Hubinter Polri meneruskan surat berisi adanya dugaan kekerasan seksual tersebut ke Polda NTT pada 23 Januari 2025.
“Kami pun melakukan serangkaian penyelidikan yang dimulai pada 23 Januari 2025 sesuai dengan surat Hubinter Polri. Berdasarkan data-data dari surat itu kami melakukan penyelidikan ke salah satu hotel di Kota Kupang,” jelas Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, dalam konferensi pers kepada wartawan, Selasa (11/03) seperti dilansir BBC.com.
Selain penyelidikan ke hotel yang diduga menjadi tempat kejadian perkara, Polda NTT memeriksa setidaknya tujuh saksi.
Kemudian pada pertengahan Februari, sambungnya, Polda NTT membuat klaim telah mendapatkan hasil penyelidikan terkait adanya dugaan tindak pidana kekerasan seksual.
Hasilnya bahwa “peristiwa itu benar terjadi di salah satu hotel di Kota Kupang sekitar 11 Juni 2024”.
“Dari hasil penyelidikan itu juga benar diduga pelaku memesan kamar dengan identitas yang tidak terbantahkan lagi yaitu fotokopi SIM di resepsionis hotel atas nama FWL,” ujar Patar Silalahi.
Setelahnya, sambung Patar, pihaknya mengecek nama terduga pelaku tersebut merupakan salah satu anggota polisi yang berdinas di wilayah Polda NTT.
“Dan kami pastikan lagi di data SDM kita, benar itu anggota Polri aktif di jajaran wilayah Polda NTT.”
“Karena ini merupakan anggota, Reskrimum menyampaikan ke Kabid Propam pada 19 Februari 2025, kemudian berjenjang melapor ke pimpinan hasil penyelidikan ini,” jelasnya.
Bagaimana modusnya?
Berdasarkan informasi yang dihimpun, terduga pelaku diduga menyuruh orang lain untuk mengontak korban lewat aplikasi pesan instan gratis yang biasa digunakan untuk mencari teman baru.
Korban pertama diduga berusia 14 tahun itu. Ia dibujuk oleh terduga pelaku dengan mengajaknya makan di restoran sebuah hotel dan setelahnya dibawa ke kamar.
Di sana korban diduga kuat mengalami kekerasan seksual dan direkam.
Setelahnya, korban pertama didesak oleh terduga pelaku untuk mencari anak sebaya dengannya yakni korban kedua.
Terduga pelaku disebut memesan seorang anak perempuan berusia enam tahun melalui seseorang berinisial F yang disanggupi olehnya untuk menghadirkan anak tersebut di sebuah hotel di Kota Kupang pada 11 Juni 2024.
Kepala Bidang Humas Kepolisian NTT, Henry Novika Chandra, berkata kasus ini kini ditangani Mabes Polri. Terduga pelaku sedang menjalani pemeriksaan dan sudah berstatus non-aktif.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menuturkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji bakal menindak tegas Kapolres Ngada yang diduga terlibat dalam perkara narkotika dan asusila.(Jmb/Bbc.com -Indonesia)